Antelmintik merupakan
obat yang bekerja baik secara lokal untuk menghilangkan cacing dari saluran
cerna maupun secara sistemik untuk membasmi cacing dewasa atau stadium lain
yang berada pada organ atau jaringan.
Berikut adalah beberapa antelmintik
beserta mekanismenya:
Benzimidazol
Yang termasuk obat
golongan benzimidazol antara lain tiabendazol, mebendazol, dan albendazol.
Benzimidazol bekerja dengan mengubah reaksi biokimia pada cacing termasuk
menginhibisi fumarat reduktase pada mitokondria, menurunkan transport glukosa,
dan memecah fosforilasi oksidatif. Namun kerja utamanya adalah menginhibisi
polimerasi mikrotubul dengan mengikat β-tubulin. Mekanisme tersebut
menghasilkan toksisitas selektif karena benzimidazol mengikat β-tubulin pada
cacing dengan afinitas yang lebih tinggi dibandingkan terhadap protein pada
mamalia.
Tiabendazol terdiri
dari tiazol pada posisi 2 merupakan antelmintik spektrum luas yang aktif
terhadap nematoda yang menginfeksi saluran gastrointestinal. Penggunaan klinis
terhadap organisme ini berkurang karena tiabendazol bersifat relatif lebih
toksik dibandingkan obat sejenis yang mempunyai aktivitas setara. Mebendazol
dan albendazol sangat efektif dalam pengobatan infeksi ascariasis,
enterobiasis, dan trichuriasis. Obat ini aktif terhadap cacing stadium larva
dan dewasa yang menyebabkan infeksi serta bersifat ovisidal terhadap cacing Ascaris dan Trichuris. Kematian cacing terjadi secara perlahan hingga beberapa
hari setelah pengobatan.
Dietilkarbamazin
Dietilkarbamazin
merupakan pilihan pertama untuk mengontrol dan mengobati limfatik filariasis
dan terapi eosinofilia pulmonari yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti dan Brugia
malayi. Fase perkembangan dari W.
bancrofti, B. malayi, dan L. loa dari darah manusia dapat
dihilangkan oleh dietilkarbamazin. Obat ini menghilangkan miklofilaria O. valvulus dari kulit namun tidak
membunuh mikrofilaria pada nodul yang mengandung cacing dewasa betina.
Mekanisme kerja dietilkarmazin terhadap mikrofilaria belum diketahui secara
pasti. Namun, pemberian obat ini terhadap infeksi mikrofilari W. bancrofti menyebabkan kerusakan
organel dan apoptosis.
Ivermektin
Ivermektin merupakan
antelmintik yang efektif dan poten terhadap beberapa parasit nematoda dan
serangga pada hewan dan manusia. Obat ini bekerja dengan menginduksi spastic paralysis pada otot parasit
tersebut. Ivemektin mengikat kanal ion Cl- yang
diaktivasi oleh glutamat pada saraf atau otot nematoda sehingga menyebabkan
hiperpolarisasi dengan meningkatkan permeabilitas ion Cl- menuji membran sel.
Hal ini mengakibatkan paralisis pada parasit. Ivermektin digunakan pada
onchocerciasis, filariasis limfatik, dan infeksi oleh nematoda intestinal.
Metrifonat
Metrifonat adalah
prodrug yang diubah dalam tubuh menjadi diklorvos yang merupakan suatu
inhibitor kolinesterase poten. Secara in vitro, diklorvos aktif sebagai
inhibitor asetilkolinesterasi pada S.
mansoni dan S. hematobium.
Niklosamid
Niklosamid digunakan
sebagai pilihan kedua setelah praziquantel untuk mengobati infeksi intestinal
pada manusia yang disebabkan oleh Taenia
saginata, Diphyllobothrium latum,
Hymenolepsis nana, dan berbagai
cestoda karena obat ini murah, efektif, dan mudah didapat. Niklosamid bekerja
dengan menghambat fosforilasi oksidatif pada mitokondria.
Oksamniquin
Oksamniquin digunakan
sebagai pilihan kedua setelah praziquantel untuk mengobati schistosomiasis.
Mayoritas galur S. mansoni peka
terhadap oksamaniquin, namun oksamniquin tidak memberikan efek terhadap S. haematobium dan S. japonicum.
Piperazin
Piperazin sangat
efektif untuk mengobati Ascaris
lumbricoides dan Enterobius
vermicularis. Efek piperazin terhadap Ascaris
adalah flaccid paralysis yang
menyebabkan pengeluaran paksa dengan mekanisme peristalsis. Piperazin bekerja
sebagai agonis reseptor GABA. Dengan meningkatkan konduktansi ion Cl-
pada membran otot Ascaris, piperazin
menyebabkan hiperpolarisasi dan menyebabkan relaksasi otot dan flaccid paralysis.
Praziquantel
Praziquantel mempunyai
2 efek mayor pada shistosoma dewasa. Pada konsentrasi terendah, praziquantel
meningkatkan aktivitas otot yang diikuti kontraksi serta spastic paralysis. Cacing yang menginfeksi akan lepas dari
didinding pembuluh darah dan menyebabkan pergeseran cepat dari vena mesentri ke
hati. Pada konsentrasi terapeutik yang lebih tinggi, praziquantel menyebabkan
kerusakan tegumen sehingga mengekspos sejumlah antigen tegumen. Tegumen
schistosoma merupakan tempat kerja primer dari praziquantel. Obat ini
menyebabkan influks Ca2+ melalui tegumen.
Pirantel pamoat
Pirantel pamoat dan
analognya (oksantel pamoat) bekerja dengan membuka kanal kation secara
nonselektif serta mengaktivasi reseptor asetilkolom secara persisten sehingga
menyebabkan spastic paralysis pada
cacing. Pirantel juga menginhibisi kolinesterase serta menyebabkan depolarisasi
yang membuat cacing tegang. Pirantel efektif untuk menyembuhkan infeksi cacing
tambang, cacing kremi, dan cacing gelang sedangkan oksantel tidak efektif menyebuhkan
infeksi akibat Trichuris trichiura.
Pirantel pamoat
merupakan antelmintik spektrum luas dan sangat efektif pada pengobatan infeksi Ascaris dan trikostrongilus orientalis. Karena
obat ini absorbsinya buruk di saluran cerna maka obat ini aktif terutama
terhadap organisme luminal. Efektifitas obat ini menengah untuk infeksi kedua
spesies cacing tambang dan efektifitas kurang terhadap infeksi Necator americanus. Obat ini tidak
efektif terhadap trikuriasis atau strongiloidiasis. Pirantel pamoat efektif
terhadap cacing bantuk matur atau imatur yang rentan dalam saluran cerna tetapi
tidak efektif terhadap stadium migrasi dalam jaringan. Obat ini merupakan agen
depolarisasi neuromuskular yang menyebabkan pelepasan asetilkolin, menghambat
kolinesterase dan merangsang reseptor ganglionik sehingga cacing berada dalam
keadaan spastis. Meskipun pirantel bukan vemisidal (atau ovisidal), tetapi
cacing yang mengalami paralisis dikeluarkan dari saluran cerna inang.
Pirantel efektif menyerang cacing yang sudah dewasa
dan belum dan tidak menyerang cacing
bergerak atau yang masih telur, menyebabkan release asetilkolin dan inhibisi kolin esterease.
Hasilnya terjadi stimulasi ganglion reseptor dan cacing paralisis spastik (
kaku akibat kontraksi terus-menerus) yang diikuti expulsion dari saluran usus
host.
Sumber: Brunton,
L.Laurence (editor). 2006. Goodman&Gilman’s
The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th Edition. New
York: McGraw-Hill.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar