Kamis, 03 Mei 2012

Antelmintik

Antelmintik merupakan obat yang bekerja baik secara lokal untuk menghilangkan cacing dari saluran cerna maupun secara sistemik untuk membasmi cacing dewasa atau stadium lain yang berada pada organ atau jaringan. 

Berikut adalah beberapa antelmintik beserta mekanismenya:

Benzimidazol
Yang termasuk obat golongan benzimidazol antara lain tiabendazol, mebendazol, dan albendazol. Benzimidazol bekerja dengan mengubah reaksi biokimia pada cacing termasuk menginhibisi fumarat reduktase pada mitokondria, menurunkan transport glukosa, dan memecah fosforilasi oksidatif. Namun kerja utamanya adalah menginhibisi polimerasi mikrotubul dengan mengikat β-tubulin. Mekanisme tersebut menghasilkan toksisitas selektif karena benzimidazol mengikat β-tubulin pada cacing dengan afinitas yang lebih tinggi dibandingkan terhadap protein pada mamalia.

Tiabendazol terdiri dari tiazol pada posisi 2 merupakan antelmintik spektrum luas yang aktif terhadap nematoda yang menginfeksi saluran gastrointestinal. Penggunaan klinis terhadap organisme ini berkurang karena tiabendazol bersifat relatif lebih toksik dibandingkan obat sejenis yang mempunyai aktivitas setara. Mebendazol dan albendazol sangat efektif dalam pengobatan infeksi ascariasis, enterobiasis, dan trichuriasis. Obat ini aktif terhadap cacing stadium larva dan dewasa yang menyebabkan infeksi serta bersifat ovisidal terhadap cacing Ascaris dan Trichuris. Kematian cacing terjadi secara perlahan hingga beberapa hari setelah pengobatan.

Dietilkarbamazin
Dietilkarbamazin merupakan pilihan pertama untuk mengontrol dan mengobati limfatik filariasis dan terapi eosinofilia pulmonari yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi. Fase perkembangan dari W. bancrofti, B. malayi, dan L. loa dari darah manusia dapat dihilangkan oleh dietilkarbamazin. Obat ini menghilangkan miklofilaria O. valvulus dari kulit namun tidak membunuh mikrofilaria pada nodul yang mengandung cacing dewasa betina. Mekanisme kerja dietilkarmazin terhadap mikrofilaria belum diketahui secara pasti. Namun, pemberian obat ini terhadap infeksi mikrofilari W. bancrofti menyebabkan kerusakan organel dan apoptosis.

Ivermektin
Ivermektin merupakan antelmintik yang efektif dan poten terhadap beberapa parasit nematoda dan serangga pada hewan dan manusia. Obat ini bekerja dengan menginduksi spastic paralysis pada otot parasit tersebut. Ivemektin mengikat kanal ion Cl­- yang diaktivasi oleh glutamat pada saraf atau otot nematoda sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan permeabilitas ion Cl- menuji membran sel. Hal ini mengakibatkan paralisis pada parasit. Ivermektin digunakan pada onchocerciasis, filariasis limfatik, dan infeksi oleh nematoda intestinal.

Metrifonat
Metrifonat adalah prodrug yang diubah dalam tubuh menjadi diklorvos yang merupakan suatu inhibitor kolinesterase poten. Secara in vitro, diklorvos aktif sebagai inhibitor asetilkolinesterasi pada S. mansoni dan S. hematobium.

Niklosamid
Niklosamid digunakan sebagai pilihan kedua setelah praziquantel untuk mengobati infeksi intestinal pada manusia yang disebabkan oleh Taenia saginata, Diphyllobothrium latum, Hymenolepsis nana, dan berbagai cestoda karena obat ini murah, efektif, dan mudah didapat. Niklosamid bekerja dengan menghambat fosforilasi oksidatif pada mitokondria.

Oksamniquin
Oksamniquin digunakan sebagai pilihan kedua setelah praziquantel untuk mengobati schistosomiasis. Mayoritas galur S. mansoni peka terhadap oksamaniquin, namun oksamniquin tidak memberikan efek terhadap S. haematobium dan S. japonicum.

Piperazin
Piperazin sangat efektif untuk mengobati Ascaris lumbricoides dan Enterobius vermicularis. Efek piperazin terhadap Ascaris adalah flaccid paralysis yang menyebabkan pengeluaran paksa dengan mekanisme peristalsis. Piperazin bekerja sebagai agonis reseptor GABA. Dengan meningkatkan konduktansi ion Cl- pada membran otot Ascaris, piperazin menyebabkan hiperpolarisasi dan menyebabkan relaksasi otot dan flaccid paralysis.

Praziquantel
Praziquantel mempunyai 2 efek mayor pada shistosoma dewasa. Pada konsentrasi terendah, praziquantel meningkatkan aktivitas otot yang diikuti kontraksi serta spastic paralysis. Cacing yang menginfeksi akan lepas dari didinding pembuluh darah dan menyebabkan pergeseran cepat dari vena mesentri ke hati. Pada konsentrasi terapeutik yang lebih tinggi, praziquantel menyebabkan kerusakan tegumen sehingga mengekspos sejumlah antigen tegumen. Tegumen schistosoma merupakan tempat kerja primer dari praziquantel. Obat ini menyebabkan influks Ca2+ melalui tegumen.

Pirantel pamoat
Pirantel pamoat dan analognya (oksantel pamoat) bekerja dengan membuka kanal kation secara nonselektif serta mengaktivasi reseptor asetilkolom secara persisten sehingga menyebabkan spastic paralysis pada cacing. Pirantel juga menginhibisi kolinesterase serta menyebabkan depolarisasi yang membuat cacing tegang. Pirantel efektif untuk menyembuhkan infeksi cacing tambang, cacing kremi, dan cacing gelang sedangkan oksantel tidak efektif menyebuhkan infeksi akibat Trichuris trichiura.
Pirantel pamoat merupakan antelmintik spektrum luas dan sangat efektif pada pengobatan infeksi Ascaris dan trikostrongilus orientalis. Karena obat ini absorbsinya buruk di saluran cerna maka obat ini aktif terutama terhadap organisme luminal. Efektifitas obat ini menengah untuk infeksi kedua spesies cacing tambang dan efektifitas kurang terhadap infeksi Necator americanus. Obat ini tidak efektif terhadap trikuriasis atau strongiloidiasis. Pirantel pamoat efektif terhadap cacing bantuk matur atau imatur yang rentan dalam saluran cerna tetapi tidak efektif terhadap stadium migrasi dalam jaringan. Obat ini merupakan agen depolarisasi neuromuskular yang menyebabkan pelepasan asetilkolin, menghambat kolinesterase dan merangsang reseptor ganglionik sehingga cacing berada dalam keadaan spastis. Meskipun pirantel bukan vemisidal (atau ovisidal), tetapi cacing yang mengalami paralisis dikeluarkan dari saluran cerna inang.
Pirantel  efektif menyerang cacing yang sudah dewasa dan belum dan tidak menyerang cacing  bergerak atau yang masih telur, menyebabkan release  asetilkolin dan inhibisi kolin esterease. Hasilnya terjadi stimulasi ganglion reseptor dan cacing paralisis spastik ( kaku akibat kontraksi terus-menerus) yang diikuti expulsion dari saluran usus host.

Sumber: Brunton, L.Laurence (editor). 2006. Goodman&Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th Edition. New York: McGraw-Hill.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar