Hati
merupakan organ yang paling besar yang terdapat dalam tubuh. Fungsi hati
adalah mendetoksifikasi senyawa-senyawa racun serta melakukan biotransformasi
senyawa obat agar lebih mudah dikeluarkan dari tubuh. Hepatosit tidak dapat
memperbaharui selnya ketika mengalami kerusakan. Meskipun begitu, selama
sebagian besar sel hati baik, maka organ hati dapat melakukan fungsinya secara
utuh. Hepatoprotektor merupakan suatu senyawa obat yang dapat memberikan
perlindungan pada hati dari kerusakan yang ditimbulkan oleh racun, obat, dan
lain-lain. Sebagai indikator kerusakan hati dapat dilakukan pemeriksaan
kandungan senyawa-senyawa dalam tubuh sperti kadar SGOT, SGPT, atau pemeriksaan
imunokimia (bila diduga disebabkan oleh virus) dan pemeriksaan lainnya.
SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) atau
AST (Aspartat Transaminase) dan SGOT (Serum
Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau ALT (Alanin Transaminase) merupakan
enzim intraseluler yang dalam keadaan normal seharusnya berada didalam sel.
Keduanya merupakan enzim transaminase yang berfungsi mengkatalisis reaksi kimia
yang terjadi dalam sel. Ketika sel hati mengalami kerusakan, maka akan terjadi
perubahan permeabilitas pada membran sel sehingga enzim-enzim yang seharusnya
berada didalam sel akhirnya melarikan diri keluar sel dan berada dalam darah
disebut transminase serum, karena enzim tersebut terdeteksi berada didalam
serum (darah) dalam keadaan normal hanya sedikit yang berada pada serum darah..
Kadar SGOT normal berkisar antara 5-40 unit/L serum sementara kadar SGPT normal
berkisar antara 7-56 unit/L serum.
Hati adalah organ utama dalam metabolisme obat, terutama
obat-obat peroral. Pada dasarnya enzim hati mengubah senyawa obat menjadi bahan
yang lebih polar dan mudah larut dalam air sehingga mudah diekskresi melalui
ginjal dan empedu. Terjadi 2 tahap
reaksi dalam metabolisme obat. Pada tahap I, terjadi reaksi reduksi,
hidrolisis, dan terutama oksidasi. Pada tahap ini terkadang terbentuk suatu bahan metabolit yang justru
bersifat toksik, karena belum terjadi proses detoksifikasi. Pada tahap ke II,
terjadi reaksi konjugasi dengan asam glukoronat, sulfat glisin dan lain-lain,
sehingga terbentuk bahan yang relatif tidak toksik, mudah larut dalam air dan
secara biologis kurang aktif. Metabolisme ini terjadi dalam mikrosom sel hati
dengan peranan enzim NADPH C reduktase dan sitokrom P450 reduktase.
Obat-obatan dapat memberikan efek samping, salah satunya
adalah efek hepatotoksik, yaitu efek samping kerusakan sel-sel atau jaringan
hati dan sekitarnya akibat konsumsi suatu obat.
Pada dasarnya, obat dianggap sebagai penyebab kerusakan hati jika:
Pada dasarnya, obat dianggap sebagai penyebab kerusakan hati jika:
1. Obat tersebut terbukti menyebabkan
kerusakan hati pada binatang percobaan.
2. Jika suatu obat menyebabkan gangguan
pada hati saat dikonsumsi dan gangguan hati sembuh saat pemberian obat
dihentikan, namun timbul kembali saat diberikan obat lagi.
Efek
hepatotoksik antara lain dapat berupa:
- Kerusakan
parenkim hati dengan cepat, menyerupai gejala hepatitis viral akut
- Kerusakan
parenkim hati dengan lambat, menyerupai gejala hepatitis kronik aktif
- Infiltrasi
lemak pada sel-sel hati, menyerupai gejala fatty liver
- Menghambat
ekskresi empedu sehingga menimbulkan ikterus
obstruktif, menyerupai gejala kolestasis
- Merusak
sel-sel saluran empedu secara perlahan-lahan, menyerupai gejala sirosis biliaris
- Menyebabkan
granuloma sel-sel hati
- Menyebabkan
luka pada parenkim hati, sehingga mendorong terbentuknya jaringan parut
(fibrosis) menyerupai sirosis hati
- Mendorong
terjadinya tumor hati
- Merusak
sistem pembuluh darah portal hati
Penyebab hepatotoksik diduga bersifat multifaktorial,
namun terdapat beberapa mekanisme yang sudah diketahui dapat membuat obat
tertentu bersifat hepatotoksik, yaitu:
- Peroksidasi lipid
Radikal
bebas yang terkandung dalam obat dapat memicu reaksi peroksidasi pada asam
lemak tak jenuh pada retikulum endoplasma sel hati, sehingga terjadi degenerasi
lemak dan nekrosis pada sel tersebut
- Stres oksidatif
Proses
ini disebabkan pula oleh radikal bebas, serta dapat menyebabkan berkurangnya
glutation dalam sel hati sehingga terjadi gangguan keseimbangan kalsium dan
kerusakan sel
- Penghambatan oksidasi, juga dapat menyebabkan reaksi peroksidasi lipid
- Penghambatan sintesis protein melalui inhibisi enzim RNA polimerase, yang menyebabkan nekrosis
lemak dan kematian sel
- Penghambatan transportasi asam empedu pada sistem saluran kanalikuler intrahepatik
- Reaksi
imunoalergenik, yaitu berupa
reaksi sitotoksik akibat paparan antigen asing
- Efek karsinogenesis, terutama oleh
metabolit obat yang sangat aktif atau teraktivasi berlebihan oleh substansi
asing.
Dalam endoplasma retikulum hati, CCl4 dimetabolisme
oleh sitokrom P450 2EI menjadi radikal bebas triklorometil (CCL3*).
Triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi yang
dapat menyerang membran lipid retikulum endoplasma dengan kecepatan yang
melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya triklorometilperoksi menyebabkan
peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostatis Ca2+, dan akhirnya
menyebabkan kematian sel.
Selain CCl4, obat-obat berikut memiliki sifat
hepatotoksik digolongkan berdasarkan efek hepatotoksik yang ditimbulkan.
1. Obat yang mengakibatkan gejala mirip hepatitis
viral akut
- Alopurinol
- Antidepresan trisiklik
- Asam asetilsalisilat
- Asamparaaminosalisilat
- Asam valproat
- Asebutolol
- Atenolol
- Dantrolen
- Diklofenak
- Diltiazem
- Enfluran
- Etambutol
|
- Etionamid
- Fenelzin
- Fenilbutazon
- Fenitoin
- Fenobarbital
- Halotan
- Ibuprofen
- Indometasin
- Isoniazid
- Karbamazepin
- Ketokonazol
- Kuinidin
- Kuinin
|
- Labetalol
- Maprotilin
- Naproksen
- Parasetamol
- Penisilin
- Pirazinamid
- Piroksikam
- Probenezid
- Ranitidin
- Simetidin
- Sulfonamid
- Surindak
- Verapamil
|
2. Obat yang mengakibatkan gejala mirip hepatitis
kronik aktif
- Dantrolen
- Isoniazid
- Metildopa
- Nitrofurantoin
- Parasetamol (dosis besar dan jangka panjang)
|
3. Obat yang mengakibatkan gejala mirip fatty
liver
- Antitiroid
- Asam asetilsalisilat
- Asam valproat
|
- Fenitoin
- Isoniazid
- Metotreksat
|
- Tetrasiklin
- Steroid
- Sulfonamid
|
4. Obat yang mengakibatkan ikterus obstruktif
- Aktinomisin D
- Amoksisilin + asam klavulanat
- Antidepresan trisiklik
- Azatioprin
- Diazepam
- Disopiramid
- Enalapril
- Eritromisin
- Fenitoin
- Flurazepam
- Flutamid
- Gliburid
|
- Griseofulvin
- Haloperidol Kaptopril
- Karbamazepin
- Karbimazol
- Ketokonazol
- Kloksasilin flekainid
- Klordiazepoksid
- Klorpropamid
- Merkaptopurin
- Metiltestosteron
- NSAID
- Nifedipin
|
- Nitrofurantoin
- Noretandrolon
- Oksasilin
- Penisilamin Rifampisin
- Sefalosporin
- Siklofosfamid
- Siklosporin
- Sulfonamid
- Tamoksifen
- Tiabendazol
- Tolbutamid
- Verapamil
|
5. Obat yang mengakibatkan gejala mirip sirosis
biliaris
- Asam valproat+ klorpromazin
- Fenitoin
- Fenotiazin
- Imipramin
|
- Klorpropamid+eritromisin
- Tiabendazol
- Tolbutamid
|
6. Obat yang mengakibatkan granuloma hati
- Allopurinol
- Asam asetilsalisilat
- Diltiazem
- Disopiramid
- Fenilbutazon
|
- Fenitoin
- Hidralazin
- Isoniazid
- Karbamazepin
- Klorpromazin
|
- Kuinidin
- Nitrofurantoin
- Penisilin
- Sulfonamid
- Tolbutamid
|
7. Obat yang mengakibatkan sirosis
- Asam nikotinat
- Metotreksat
- Terbinafin
|
8. Obat yang mengakibatkan tumor hati
- Danazol
- Kontrasepsi oral
- Steroid anabolik
- Testosteron
|
9. Obat yang mengakibatkan kerusakan pembuluh darah
portal
- Adriamisin
- Azatioprin
- Dakarbazin
- Karmustin
- Kontrasepsi oral
|
- Merkaptopurin
- Metotreksat
- Mitomisin
- Siklofosfamid+siklosporin
|
- Steroid anabolik
- Tioguanin
- Vinkristin
- Vitamin A
|
Beberapa contoh obat lainnya yang dapat menyebabkan
hepatotoksik:
-
Parasetamol
Pada
umumnya efek hepatotoksik terjadi pada konsumsi parasetamol secara berlebih (15
gram/hari). Dalam hati secara enzimatis obat ini dirubah menjadi bahan toksik
oleh enzim sitokrom P450. Bahan toksik ini dalam keadaan normal dinetralisasi
melalui proses konjugasi dengan glutation. Kerusakan hati akibat pembentukan
bahan metabolit yang terlalu banyak sehingga terjadi kekurangan glutation. Pemberian
glutation dari luar tidak berfungsi, karena glutation ini tidak dapat memasuki
sel hati. Pemberian prekursor glutation
seperti sisteamin dapat membantu dalam menetralisasi toksik. Gejala klinis yang
timbul beberapa jam setelah pemberian obat adalah anoreksia, mual dan muntah.
Ikterus timbul setelah hari kedua, dapat berlanjut dengan gangguan kesadaran,
koma, dan kematian.
-
Asam asetilsalisilat
Dikenal
sebagai obat hepatotoksik yang tergantung pada besarnya dosis. Gejala
hepatotoksik timbul bila kadar salisilat serum lebih dari 25 mg/dl (dosis: 3-5
g/hari), Keadaan ini diduga sangat erat hubungannya dengan kadar albumin darah,
karena bentuk salisilat yang bebas dapat merusak hati.
-
Isoniazid
Isoniazid
mengalami inaktivasi di hati melalui proses asetilasi menjadi asetil isoniazid
yang kemudian dihidrolisis menjadi asetil hidrozin bebas dan oleh enzim
sitokrom P450 dirubah menjadi bahan metabolit yang toksik. Pada individu yang
mengalami asetilasi cepat, risiko terjadinya efek hepatotoksik yang lebih
besar. Efek hepatotoksik juga meningkat dengan pemberian penginduksi enzim secara
bersamaan, misalnya: luminal, prifampisin atau alkohol.
-
Rifampisin
Kerusakan
hati oleh rifampisin terjadi melalui 3 jalur :
- Bergantung
pada besarnya dosis, dapat menyebabkan gangguan hepatic uptake terhadap
bilirubin, sulfobromoftalein dan asam empedu. Efek ini bersifat reversibel.
- Rifampisin
dapat menjadi Microsomal enzym inducers sehingga meningkatkan efek
hepatotoksik obat-obat yang tergolong metabolite related-hepatotoxicity, terutama isoniazid.
-
Rimfapisin
dapat menimbulkan viral-like hepatitis
Salah satu hepatoprotektor adalah
silimarin dari tanaman milk thistle (Silybum marianum). Silimarin merupakan
campuran flavonolignan yang mengandung silibin, isosilibin, silidianin, dan
silikristin. Silimarin melindungi hati dengan merangsang pembentukan sel-sel
hati baru. Dengan bertindak sebagai antioksidan, ia menghambat pembentukan
silimarin peroksidasi yang diakibatkan aktivitas radikal bebas sehingga
membantu mengurangi atau melindungi hati dari kerusakan yang disebabkan oleh
obat-obatan, alkohol dan berbagai toksin lainnya.
Senyawa lain yang bersifat hepatoprotektor antara lain turmerik
yang merupakan zat aktif dalam rimpang kunyit dan temulawak (Curcuma xanthorrhizae). Selain turmerik,
ada juga senyawa kimia kurkuminoid, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin
yang berperan sebagai detoksikasi dan antioksidan dengan cara meningkatkan
aktivitas enzim glutation S-transferase (GST) serta kelompok enzim glutation lain
(GS-x) dalam hati. Kurkumin juga mampu melindungi eritrosit dan haemoglobin
dari oksidasi yang disebabkan oleh senyawa nitrit. Kurkumin dapat meningkatkan
sintesa protein hepatoglobin dan hemopeksin yang terdapat dalam hati sehingga
timbal yang berikatan dengan hemoglobin dapat didestruksi dan dinetralisasi di
hati. Akar dandelion (Taraxacum officinale)
juga bisa berfugsi sebagai hepatoprotektor. Kandungan aktifnya yang unik yaitu
eudesmanolid, germakranolid, seskuiterpen, flavonoid, dan sterol memiliki
aktivitas sebagai pelindung fungsi hati, kolagogum dan menjaga fungsi saluran
cerna.
ijin copas :)
BalasHapusterimakasih
Trims informasinya
BalasHapussyukron
BalasHapus