Sabtu, 28 April 2012

Hepatoprotektor

Hati merupakan organ yang paling besar yang terdapat dalam tubuh. Fungsi  hati adalah mendetoksifikasi senyawa-senyawa racun serta melakukan biotransformasi senyawa obat agar lebih mudah dikeluarkan dari tubuh. Hepatosit tidak dapat memperbaharui selnya ketika mengalami kerusakan. Meskipun begitu, selama sebagian besar sel hati baik, maka organ hati dapat melakukan fungsinya secara utuh. Hepatoprotektor merupakan suatu senyawa obat yang dapat memberikan perlindungan pada hati dari kerusakan yang ditimbulkan oleh racun, obat, dan lain-lain. Sebagai indikator kerusakan hati dapat dilakukan pemeriksaan kandungan senyawa-senyawa dalam tubuh sperti kadar SGOT, SGPT, atau pemeriksaan imunokimia (bila diduga disebabkan oleh virus) dan pemeriksaan lainnya.



SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) atau AST (Aspartat Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau ALT (Alanin Transaminase) merupakan enzim intraseluler yang dalam keadaan normal seharusnya berada didalam sel. Keduanya merupakan enzim transaminase yang berfungsi mengkatalisis reaksi kimia yang terjadi dalam sel. Ketika sel hati mengalami kerusakan, maka akan terjadi perubahan permeabilitas pada membran sel sehingga enzim-enzim yang seharusnya berada didalam sel akhirnya melarikan diri keluar sel dan berada dalam darah disebut transminase serum, karena enzim tersebut terdeteksi berada didalam serum (darah) dalam keadaan normal hanya sedikit yang berada pada serum darah.. Kadar SGOT normal berkisar antara 5-40 unit/L serum sementara kadar SGPT normal berkisar antara 7-56 unit/L serum.

Hati adalah organ utama dalam metabolisme obat, terutama obat-obat peroral. Pada dasarnya enzim hati mengubah senyawa obat menjadi bahan yang lebih polar dan mudah larut dalam air sehingga mudah diekskresi melalui ginjal dan empedu. Terjadi  2 tahap reaksi dalam metabolisme obat. Pada tahap I, terjadi reaksi reduksi, hidrolisis, dan terutama oksidasi. Pada tahap ini terkadang terbentuk suatu bahan metabolit yang justru bersifat toksik, karena belum terjadi proses detoksifikasi. Pada tahap ke II, terjadi reaksi konjugasi dengan asam glukoronat, sulfat glisin dan lain-lain, sehingga terbentuk bahan yang relatif tidak toksik, mudah larut dalam air dan secara biologis kurang aktif. Metabolisme ini terjadi dalam mikrosom sel hati dengan peranan enzim NADPH C reduktase dan sitokrom P450 reduktase.

Obat-obatan dapat memberikan efek samping, salah satunya adalah efek hepatotoksik, yaitu efek samping kerusakan sel-sel atau jaringan hati dan sekitarnya akibat konsumsi suatu obat.
Pada dasarnya, obat dianggap sebagai penyebab kerusakan hati jika:
1.       Obat tersebut terbukti menyebabkan kerusakan hati pada binatang percobaan.
2.   Jika suatu obat menyebabkan gangguan pada hati saat dikonsumsi dan gangguan hati sembuh saat pemberian obat dihentikan, namun timbul kembali saat diberikan obat lagi.

Efek hepatotoksik antara lain dapat berupa:
-       Kerusakan parenkim hati dengan cepat, menyerupai gejala hepatitis viral akut
-       Kerusakan parenkim hati dengan lambat, menyerupai gejala hepatitis kronik aktif
-       Infiltrasi lemak pada sel-sel hati, menyerupai gejala fatty liver
- Menghambat ekskresi empedu sehingga menimbulkan ikterus obstruktif, menyerupai gejala kolestasis
-     Merusak sel-sel saluran empedu secara perlahan-lahan, menyerupai gejala sirosis biliaris
-      Menyebabkan granuloma sel-sel hati
-  Menyebabkan luka pada parenkim hati, sehingga mendorong terbentuknya jaringan parut (fibrosis) menyerupai sirosis hati
-        Mendorong terjadinya tumor hati
-        Merusak sistem pembuluh darah portal hati
     
    Penyebab hepatotoksik diduga bersifat multifaktorial, namun terdapat beberapa mekanisme yang sudah diketahui dapat membuat obat tertentu bersifat hepatotoksik, yaitu:
-        Peroksidasi lipid
     Radikal bebas yang terkandung dalam obat dapat memicu reaksi peroksidasi pada asam lemak tak jenuh pada retikulum endoplasma sel hati, sehingga terjadi degenerasi lemak dan nekrosis pada sel tersebut
-        Stres oksidatif
  Proses ini disebabkan pula oleh radikal bebas, serta dapat menyebabkan berkurangnya glutation dalam sel hati sehingga terjadi gangguan keseimbangan kalsium dan kerusakan sel
-        Penghambatan oksidasi, juga dapat menyebabkan reaksi peroksidasi lipid
-   Penghambatan sintesis protein melalui inhibisi enzim RNA polimerase, yang menyebabkan nekrosis lemak dan kematian sel
-  Penghambatan transportasi asam empedu pada sistem saluran kanalikuler intrahepatik
-    Reaksi imunoalergenik, yaitu berupa reaksi sitotoksik akibat paparan antigen asing
-  Efek karsinogenesis, terutama oleh metabolit obat yang sangat aktif atau teraktivasi berlebihan oleh substansi asing.

Dalam endoplasma retikulum hati, CCl4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2EI menjadi radikal bebas triklorometil (CCL3*). Triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi yang dapat menyerang membran lipid retikulum endoplasma dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya triklorometilperoksi menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostatis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel.

Selain CCl4, obat-obat berikut memiliki sifat hepatotoksik digolongkan berdasarkan efek hepatotoksik yang ditimbulkan.
1. Obat yang mengakibatkan gejala mirip hepatitis viral akut
-    Alopurinol
-    Antidepresan trisiklik
-    Asam asetilsalisilat
-  Asamparaaminosalisilat
-    Asam valproat
-    Asebutolol
-    Atenolol
-    Dantrolen
-    Diklofenak
-    Diltiazem
-    Enfluran
-    Etambutol
-    Etionamid
-    Fenelzin
-    Fenilbutazon
-    Fenitoin
-    Fenobarbital
-    Halotan
-    Ibuprofen
-    Indometasin
-    Isoniazid
-    Karbamazepin
-    Ketokonazol
-    Kuinidin
-    Kuinin
-    Labetalol
-    Maprotilin
-    Naproksen
-    Parasetamol
-    Penisilin
-    Pirazinamid
-    Piroksikam
-    Probenezid
-    Ranitidin
-    Simetidin
-    Sulfonamid
-    Surindak
-    Verapamil

2. Obat yang mengakibatkan gejala mirip hepatitis kronik aktif
-    Dantrolen
-    Isoniazid
-    Metildopa
-    Nitrofurantoin
-    Parasetamol (dosis besar dan jangka panjang)

3. Obat yang mengakibatkan gejala mirip fatty liver
-    Antitiroid
-    Asam asetilsalisilat
-    Asam valproat
-    Fenitoin
-    Isoniazid
-    Metotreksat
-    Tetrasiklin
-    Steroid
-    Sulfonamid

4. Obat yang mengakibatkan ikterus obstruktif
-    Aktinomisin D
- Amoksisilin + asam klavulanat
-    Antidepresan trisiklik
-    Azatioprin
-    Diazepam
-    Disopiramid
-    Enalapril
-    Eritromisin
-    Fenitoin
-    Flurazepam
-    Flutamid
-    Gliburid
-    Griseofulvin
-    Haloperidol Kaptopril
-    Karbamazepin
-    Karbimazol
-    Ketokonazol
-    Kloksasilin flekainid
-    Klordiazepoksid
-    Klorpropamid
-    Merkaptopurin
-    Metiltestosteron
-    NSAID
-    Nifedipin
-    Nitrofurantoin
-    Noretandrolon
-    Oksasilin
-    Penisilamin Rifampisin
-    Sefalosporin
-    Siklofosfamid
-    Siklosporin
-    Sulfonamid
-    Tamoksifen
-    Tiabendazol
-    Tolbutamid
-    Verapamil

5. Obat yang mengakibatkan gejala mirip sirosis biliaris
- Asam valproat+ klorpromazin
-    Fenitoin
-    Fenotiazin
-    Imipramin
- Klorpropamid+eritromisin
-    Tiabendazol
-    Tolbutamid

6. Obat yang mengakibatkan granuloma hati
-    Allopurinol
-    Asam asetilsalisilat
-    Diltiazem
-    Disopiramid
-    Fenilbutazon
-    Fenitoin
-    Hidralazin
-    Isoniazid
-    Karbamazepin
-    Klorpromazin
-    Kuinidin
-    Nitrofurantoin
-    Penisilin
-    Sulfonamid
-    Tolbutamid

7. Obat yang mengakibatkan sirosis
-    Asam nikotinat
-    Metotreksat
-    Terbinafin
  
8. Obat yang mengakibatkan tumor hati
-    Danazol
-    Kontrasepsi oral
-    Steroid anabolik
-    Testosteron

9. Obat yang mengakibatkan kerusakan pembuluh darah portal
-    Adriamisin
-    Azatioprin
-    Dakarbazin
-    Karmustin
-    Kontrasepsi oral
-    Merkaptopurin
-    Metotreksat
-    Mitomisin
-    Siklofosfamid+siklosporin
-    Steroid anabolik
-    Tioguanin
-    Vinkristin
-    Vitamin A

Beberapa contoh obat lainnya yang dapat menyebabkan hepatotoksik:
-          Parasetamol
Pada umumnya efek hepatotoksik terjadi pada konsumsi parasetamol secara berlebih (15 gram/hari). Dalam hati secara enzimatis obat ini dirubah menjadi bahan toksik oleh enzim sitokrom P450. Bahan toksik ini dalam keadaan normal dinetralisasi melalui proses konjugasi dengan glutation. Kerusakan hati akibat pembentukan bahan metabolit yang terlalu banyak sehingga terjadi kekurangan glutation. Pemberian glutation dari luar tidak berfungsi, karena glutation ini tidak dapat memasuki sel hati. Pemberian prekursor glutation seperti sisteamin dapat membantu dalam menetralisasi toksik. Gejala klinis yang timbul beberapa jam setelah pemberian obat adalah anoreksia, mual dan muntah. Ikterus timbul setelah hari kedua, dapat berlanjut dengan gangguan kesadaran, koma, dan kematian.

-          Asam asetilsalisilat
Dikenal sebagai obat hepatotoksik yang tergantung pada besarnya dosis. Gejala hepatotoksik timbul bila kadar salisilat serum lebih dari 25 mg/dl (dosis: 3-5 g/hari), Keadaan ini diduga sangat erat hubungannya dengan kadar albumin darah, karena bentuk salisilat yang bebas dapat merusak hati.
  
-          Isoniazid
Isoniazid mengalami inaktivasi di hati melalui proses asetilasi menjadi asetil isoniazid yang kemudian dihidrolisis menjadi asetil hidrozin bebas dan oleh enzim sitokrom P450 dirubah menjadi bahan metabolit yang toksik. Pada individu yang mengalami asetilasi cepat, risiko terjadinya efek hepatotoksik yang lebih besar. Efek hepatotoksik juga meningkat dengan pemberian penginduksi enzim secara bersamaan, misalnya: luminal, prifampisin atau alkohol.

-          Rifampisin
Kerusakan hati oleh rifampisin terjadi melalui 3 jalur :
-    Bergantung pada besarnya dosis, dapat menyebabkan gangguan hepatic uptake terhadap bilirubin, sulfobromoftalein dan asam empedu. Efek ini bersifat reversibel.
-    Rifampisin dapat menjadi Microsomal enzym inducers sehingga meningkatkan efek hepatotoksik obat-obat yang tergolong metabolite related-hepatotoxicity, terutama isoniazid.
-          Rimfapisin dapat menimbulkan viral-like hepatitis

Salah satu hepatoprotektor adalah silimarin dari tanaman milk thistle (Silybum marianum). Silimarin merupakan campuran flavonolignan yang mengandung silibin, isosilibin, silidianin, dan silikristin. Silimarin melindungi hati dengan merangsang pembentukan sel-sel hati baru. Dengan bertindak sebagai antioksidan, ia menghambat pembentukan silimarin peroksidasi yang diakibatkan aktivitas radikal bebas sehingga membantu mengurangi atau melindungi hati dari kerusakan yang disebabkan oleh obat-obatan, alkohol dan berbagai toksin lainnya.

Senyawa lain yang bersifat hepatoprotektor antara lain turmerik yang merupakan zat aktif dalam rimpang kunyit dan temulawak (Curcuma xanthorrhizae). Selain turmerik, ada juga senyawa kimia kurkuminoid, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin yang berperan sebagai detoksikasi dan antioksidan dengan cara meningkatkan aktivitas enzim glutation S-transferase (GST) serta kelompok enzim glutation lain (GS-x) dalam hati. Kurkumin juga mampu melindungi eritrosit dan haemoglobin dari oksidasi yang disebabkan oleh senyawa nitrit. Kurkumin dapat meningkatkan sintesa protein hepatoglobin dan hemopeksin yang terdapat dalam hati sehingga timbal yang berikatan dengan hemoglobin dapat didestruksi dan dinetralisasi di hati. Akar dandelion (Taraxacum officinale) juga bisa berfugsi sebagai hepatoprotektor. Kandungan aktifnya yang unik yaitu eudesmanolid, germakranolid, seskuiterpen, flavonoid, dan sterol memiliki aktivitas sebagai pelindung fungsi hati, kolagogum dan menjaga fungsi saluran cerna.

3 komentar: