Jumat, 27 April 2012

Hiperglikemia

Hiperglikemia merupakan suatu kondisi dimana kadar glukosa dalam darah lebih tinggi dibandingkan kondisi normal.  Hiperglikemia mengindikasikan penyakit diabetes mellitus, yang disebabkan tubuh tidak dapat menghasilkan atau menggunakan insulin secara cukup. Insulin merupakan hormon yang dilepas oleh sel β pankreas jika konsentrasi glukosa melebihi kadar normalnya (70-110 mg/dL). Sekresi hormon ini distimulasi pula oleh peningkatan beberapa asam amino, termasuk arginin dan leusin. Penggunaan insulin berdampak pada metabolisme selular dimulai ketika insulin berikatan dengan reseptor protein pada membran sel. Ikatan ini menyebabkan aktivasi reseptor, yang akan mengikat gugus fosfat pada enzim intraselular. Fosforilasi enzim akan menghasilkan efek primer dan sekunder pada sel. Efek insulin pada sel target antara lain:
-     Peningkatan uptake glukosa pada seluruh sel target akibat peningkatan protein yang mentransport glukosa pada membran sel. Protein ini mentransport glukosa ke dalam sel melalui difusi terfasilitasi.
-    Peningkatan penggunaan glukosa dan peningkatan produksi ATP akibat penggunaan glukosa yang sebanding dengan tersedianya glukosa serta aktivasi enzim oleh second messenger yang menginisiasi glikolisis.
-     Stimulasi pembentukan glikogen pada otot skelet dan sel hari jika terjadi peningkatan glukosa yang memasuki sel.
-          Stimulasi absorpsi asam amino dan sintesis protein.
-          Stimulasi pembentukan trigliserida pada jaringan adiposa.

Diabetes melitus merupakan penyakit akibat adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) melebihi normal disebabkan oleh kekurangan sekresi insulin baik absolut maupun relatif. Pada keadaan puasa, seseorang dikatakan mengalami diabetes melitus jika kadar glukosa darahnya melebih 126 mg/dL. Saat kadar glukosa dalam darah berada di atas 110 mg/dL, terjadi resistensi insulin dan IGT (Impaired Glucose Tolerance). Resistensi insulin diakibatkan oleh banyaknya glukosa melebihi normal sedangkan jumlah reseptor insulin tetap. Selain itu, reseptor insulin dapat juga tertutup oleh lemak/cadangan makanan yang diubah. Resistensi terhadap hormon leptin yang memicu pembakaran melalui pemecahan cadangan lemak dapat terjadi.

Diabetes melitus (DM) diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu:
-         DM tipe 1 disebabkan oleh kekurangan hormon insulin absolut. Gangguan autoimun sel β pulau langerhan di pankreas dapat memicu DM tipe 1. Autoimun ini dapat dipicu oleh infeksi virus mumps, Rubella cytomegalo virus kronik, dan obat atau racun seperti nitrosamin yang terdapat dalam daging yang diawetkan. Akibat kekurangan insulin, hati akan memulai proses glukoneogenesis dengan menggunakan asam amino, asam lemak, dan glikogen sebagai supply energi. Produksi berlebihan energi dari asam lemak akan meningkatkan kadar badan keton di darah sehingga pH darah dapat turun (menjadi asam). Hal ini menyebabkan diabetes ketoasidosis.
-  DM tipe 2 disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas terhadap insulin dan/atau menurunnya sekresi insulin. Penyebab utama DM tipe 2 adalah obesitas. Selain itu, dapat juga terjadi regulasi menurun (stimulasi reseptor yang diperpanjang sehingga menyebabkan penurunan jumlah reseptor insulin yang berada di dalam tubuh). Resistensi insulin dapat juga diakibatkan oleh hiperglikemia (glukotoksisitas) yang mempengaruhi penyimpanan glukosa. Kerusakan genetik pada sel beta pankreas tidak memungkinkan individu usia muda dan kurus untuk memproduksi insulin (MODY/Maturity Onset Diabetes of the Young).
-    DM tipe 3 meliputi trauma pankreatik, neoplasma, dan penyakit yang berhubungan dengan gangguan endokrin seperti Cushing’s disease (kesalahan pada hormon glukokortikoid akibat malfungsi pada kelenjar anterior pituitari). Selain itu, dapat juga dipicu oleh penggunaan obat seperti asam nikotinat, pentamidin, dan beta-adrenergic.
-     DM tipe 4 dapat terjadi pada wanita non-diabetes selama kehamilan. Penyebabnya adalah kebutuhan energi yang meningkat selama kehamilan dan level hormon estrogen serta hormon pertumbuhan yang tinggi. Hormon pertumbuhan dan hormon estrogen akan menstimulasi pelepasan insulin. Kelebihan insulin dapat menyebabkan resistensi insulin.

Simptom hiperglikemia menginduksi tiga gejala lainnya, yaitu:
-          poliuria
-          polidipsia
-          polifagia
-          penurunan berat badan, seringkali hanya pada DM tipe 1
Komplikasi yang dapat terjadi akibat diabetes mellitus antara lain:
-          gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan
-          gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal
-     gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron
-        gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual
-          rentan terhadap infeksi

Terapi diabetes mellitus dititikberatkan pada terapi makanan, yaitu dengan mengatur pola makan penderita. Pemberian antidiabetikum oral pada penderita DM tipe 2 dilakukan jika terapi makanan tidak berhasil. Sedangkan untuk DM tipe 1, dilakukan terapi insulin. Berikut adalah jenis-jenis antidiabetikum oral beserta mekanismenya:
-          Golongan Sulfonilurea
Sulfonilurea menurunkan glukosa darah dengan menstimulasi pelepasan insulin dari sel β pankreas melalui pengikatan subunit SUR1 dan memblokade ATP-gated kanal ion K+. Selanjutnya terjadi perubahan fisiologis pelepasan sekret serta penurunan konduktansi kanal ion. Penurunan konduktansi K+ menyebabkan depolaisasi membran dan influks Ca2+ melalui voltage-sensitive kanal Ca2+. Pemberian sulfonilurea pada pasien DM tipe 2 dapat meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas. Sulfonilurea juga dapat meningkatkan kadar insulin lebih lanjut dengan menurunkan clearance hepatik hormon. Sulfonilurea diberikan untuk mengontrol hiperglikemia pada pasien DM tipe 2 yang tidak dapat dicapai hanya dengan perubahan pola makan. Contoh obat golongan sulfonilurea antara lain tolbutamid, asetoheksamid, tolazamid, dan glibenklamid.

-          Repaglinid
Repaglinid merupakan obat peningkat sekresi insulin yang termasuk golongan meglitinid. Seperti sulfonilurea, repaglinid menstimulasi pelepasan insulindengan menutup ATP-gated kanal K+ pada sel β pankreas. Obat ini diasorpsi secara cepat dan mencapai konsentrasi maksimum pada darah setelah 1 jam, sehingga dikonsumsi dengan dosis berulang. Efek samping utama yang terjadi adalah hipoglikemia.

-          Nateglinid
Seperti sulfonilurea dan repaglinid, nateglinid menstimulasi sekresi insulin dengan blokade ATP-gated kanal K+ pada sel β pankreas. Nateglinid menghasilkan efek yang lebih cepat dibandingkan agen antidiabetikum oral lainnya. Efek terapetik utama nateglinid adalah penurunan kenaikan glukosa darah pada pasien DM tipe 2.

-          Golongan Biguanida
Contoh obat golongan biguanida adalah metformin. Metformin menurunkan kadar glukosa terutama dengan menurunkan produksi glukosa di hari dengan meningkatkan kerja insulin pada otot dan lemak. Pada tingkat molekular, kerja metformin dimediasi melalui aktivasi AMP kinase. Metformin juga bekerja dengan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin. Metformin diberikan tunggal atau kombinasi dengan sulfonilurea untuk memperbaiki kontrol glukosa dan konsentrasi lipid pada pasien yang buruk dalam merespon diet atau sulfonilurea tunggal.

-          Golongan Tiazolidindion
Tiazolidindion merupakan agonis selekif dari PPARγ (peroxisome proliferator-activated receptor-γ). Obat ini mengikat ke PPAR-γ dan mengaktivasi gen pengekspresi insulin yang meregulasi metabolisme karbohidrat dan lemak. Tiozolidindion meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan perifer serta dapat meningkatkan transport glukosa pada otot dan jaringan adiposa dengan mempercepat sintesis dan translokasi transporter glukosa. Selain itu, tiazolidindion juga mengaktivasi gen yang meregulasi metabolisme asam lemak pada jaringan perifer. Contoh obat golongan tiazolidindion antara lain troglitazon, rosiglitazon, dan pioglitazon. Obat-obat ini dapat dikombinasi dengan insulin atau agen antihiperglikemia oral lain.

-          Inhibitor α-glukosidase
Inhibitor α-glukosidase mereduksi absorpsi pati, dekstrin, dan disakarida dengan menghambat kerja α-glukosidase pada usus. Inhibisi enzim ini memperlambat absorpsi karbohidrat. Inhibitor α-glukosidase tidak menstimulasi pelepasan insulin, dan penggunaannya dikombinasikan dengan agen antidiabetikum oral dan/atau insulin. Obat ini harus dikonsumsi saat memulai makan. Contoh obat golongan ini adalah acarbose dan miglitol.
               
Sumber: Brunton, L.Laurence (editor). 2006. Goodman&Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th Edition. New York: McGraw-Hill.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar